Ilustrasi
JAKARTA - Anggota komisi III DPR, Eva Sundari Kusuma menilai penyidikan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Korps Polisi Lalu Lintas (Korlantas) Mabes Polri tidak mencerminkan kesungguhan dalam pemberantas korupsi.
"Tidak bisa kalau pakai pasal 11 dan pasal 50 UU nomor 30 tahun 2002, yang menyatakan ketika suatu kasus ditangani oleh penydik, dan saat KPK mengambil alih maka kasus itu harus diberikan kepada KPK," katanya dalam diskusi terbuka dengan tema "Menimbang Solusi Atas Kriminalisasi Rezim SBY" di Cikini, Rabu (1/8/2012).
Jika polisi memang ingin lakukan bekerja sama, kata dia, maka yang harus memimpin adalah KPK. "Jadi KPK yang menentukan seberapa jauh polisi boleh masuk seberapa jauh polisi boleh terlibat," jelasnya.
"Karena kalau dipimpin bersama-sama, ini ada resiko karena salah satu pihak ada konflik human interes gitu, jadi saya mendorong satu ditangani secara eksklusif oleh KPK, toh para penyidikannya dari kepolisian pasti mereka juga akan lapor," imbuhnya.
Eva menuturkan kewenangan KPK untuk memimpin penyidikan dikuatkan dalam pasal yang ada."Dan penegakan hukum harus basisnya pada fakta hukum dan bukti hukum," kata Eva.
Jika memang ingin membongkar kasus simulator SIM secara bersama-sama, sambung Eva, kepolisian harusnya kooperatif terhadap KPK, "Jika diperlukan data-data yang lain seharusnya diberikan," tambahnya.
Lebih lanjut, Eva menjelaskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga harus ikut terlibat untuk membongkar kasus korupsi simulator SIM.
"Karena semua (KPK dan Polisi) anak buahnya Pak SBY dan Pak SBY harus memastikan mereka ikut skenario bagi pemberantasan korupsi," tegasnya.
(ugo)
0 comments:
Post a Comment