Judul : Sastra dan Politik: Membaca Karya-karya Seno Gumira Ajidarma
Penulis : Andy Fuller
Penerbit : Insist Press, Yogyakarta
Tahun : Desember, 2011
Tebal : 128 halaman
Penulis : Andy Fuller
Penerbit : Insist Press, Yogyakarta
Tahun : Desember, 2011
Tebal : 128 halaman
Karya sastra Seno Gumira Ajidarma tak lepas dari gagasan posmodern. Karya-karya Seno memuat ekspresi dominan posmodernisme yaitu mikronarasi, karakter dengan identitas diri ganda, metafiksi, dan penerimaan terhadap budaya populer.
Hal itu diungkap oleh Andy Fuller dalam bukunya yang berjudul “Sastra dan Politik: Membaca Karya-karya Seno Gumira Ajidarma.” Penulis adalah peneliti sastra Indonesia, kebudayaan urban, dan kehidupan sehari-hari di Indonesia. Buku ini merupakan hasil penelitiannya terhadap karya-karya sastra Seno.
Penulis mengatakan, melalui representasi mikronarasi, Seno melawan ideologi Orde Baru (Orba). Cerita-cerita Seno atas mikronarasi mencoba menyampaikan penderitaan manusia dan penindasan hak-hak asasi manusia kepada para pembaca. Penggunaan mikronarasi ini justru menegaskan bahwa peran fiksi sebagai satu media yang terlibat secara sosial. Dengan ini pula Seno mengalihkan fiksi Indonesia kontemporer dari tulisan surealis yang mendominasi masa Orba.
Pada masa Orba ada dua kecenderungan utama dalam roduksi kultural. Pertama, tulisan nonrealistis dan absurd berupa eksperimentasi estetika yang berpusat pada tema-tema filosofis dan metafisis. Kedua, terdapat peningkatan acuan terhadap tradisi budaya asli dan lokal (hal. 54).
Karya sastra surealis yang diproduksi pada masa Orba terlalu tunduk pada ideologi Orba. Karya-karya yang dihasilkan hanya menampilkan alternatif dari ideologi dominan. Sehingga dinilai sebagai penolakan atas tanggung jawab sosial. Memang pengaruh Orba terhadap sistem hukum di Indonesia memungkinkan penyensoran atas karya-karya sastra. Banyak karya-karya sastra dilarang beredar karena pemerintah takut buku-buku itu disalahtafsirkan.
Namun, menurut buku ini, karya Seno berani menantang Orba dengan cerita-ceritanya. J Joseph Errington mendiskripsikan perlawanan Seno itu melalui cerita yang berjudul “ Semangkin” (d/h Semakin). Melalui cerita ini, Seno mengecam aksen yang sama dengan aksen Soeharto. Maka, cerita ini menjadi sebuah penghinaan terhadap elite politik yang berkuasa pada masa Orba (hal. 57).
Seno juga memanfaatkan tokoh-tokoh dalam ceritanya untuk mengkritik ideologi-ideologi Orba. Dengan tokoh berkepribadian ganda dan kejiwaan problematis, Seno memberi rasa kemerdekaan yang kuat kepada para tokoh-tokohnya. Independensi itu untuk menunjukkan pilihan hidup yang berkompromi atau malah bertentangan dengan masa Orba.
Selanjutnya, melalui metafiksi, Seno menyampaikan kritik mencerahkan mengenai bagaimana makna diskontruksikan. Yang jelas, metafiksi Seno menafikan upaya-upaya Orba untuk mendefinisikan dan mengeksplorasi sejarah Indonesia dari posisi bias ideologi mereka. Selain itu, penggunaan budaya populer yang berlapis memperkuat gagasan posmodern pada karya-karya Seno.
Buku ini memberi gambaran terhadap pembacaan karya-karya Seno Gumira Ajidarma. Setidaknya, pembaca tahu bahwa gaya posmodern yang dipakai Seno, menjadi media yang mampu menyampaikan kritik terhadap represi politik di masa Orba. Selanjutnya, membuka peluang kepada kita untuk melanjutkan diskursus gaya posmodern karya sastra Indonesia dalam konteks pascareformasi.
Peresensi: Abdul Arif
Pengelola Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Amanat IAIN Walisongo Semarang
(//mbs)
0 comments:
Post a Comment