Ilustrasi
JAKARTA - Masa kampanye Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden memang baru akan berlangsung sekira dua tahun lagi. Kendati demikian, warga Ibu Kota menilai, situasi persaingan politik tanah air sudah berlangsung cukup panas sejak saat ini.
Berdasarkan hasil polling MNC Media Research yang diumumkan Senin (16/7/2012), sebanyak 31 persen responden menyatakan bahwa pertarungan politik yang terjadi saat ini tinggi. Bahkan, 39 di antaranya menganggap persaingan politik yang terjadi sangat tinggi.
Alih-alih lebih memapankan demokrasi, tingkat kompetisi yang tinggi telah mendorong lahirnya keputusan-keputusan yang didasarkan pada pertimbangan politik. Elit partai politik juga tak jarang memanfaatkan sistem hukum untuk menjadi instrumen politik.
Dengan demikian, artinya, 70 persen responden yang menyatakan tingkat persaingannya tinggi dan sangat tinggi telah dapat melihat bahwa elit partai, khususnya antara parlemen dan pemerintah, bukanlah mitra kerja yang lebih memikirkan nasib rakyat, melainkan sebagai kelompok yang lebih mementingkan dan memperjuangkan kepentingan partai/golongan.
Kompetisi politik yang seperti ini tentu kontraproduktif bagi proses pembangunan. Secara keseluruhan, warga Jakarta menilai bahwa kinerja pemerintah berdasarkan indikator sosial, ekonomi dan politik rata-rata 48,8 persen buruk, dan 19,7% baik.
Persepsi ini lebih mengkonfirmasi studi yang dilakukan oleh The Fund for Peace (TFP) yang diumumkan 18 Juni 2012 lalu, yang meletakkan Indonesia pada barisan negara yang nyaris gagal, bertengger di peringkat 63 dari 178 negara.
Indeks negara gagal ini sempat menuai reaksi negatif dari sejumlah politisi di Senayan. Ketua DPR, Marzuki Ali, mempertanyakan kredibilitas TFP ini dengan mengatakan indikator yang ditetapkan tidak jelas dan bertentangan dengan fakta bahwa ekonomi Indonesia tumbuh.
Menurutnya, survey ini hanyalah wujud dari beberapa negara yang mungkin iri dengan pembangunan yang tengah berjalan di Indonesia. Menurut Marzuki, jika masih ada kesenjangan di bidang ekonomi bukan berarti bahwa Indonesia adalah negara gagal.
Menteri Koordinator bidang Polhukam, Djoko Suyanto, juga menyanggah Indonesia dimasukkan dalam deretan negara gagal. Pria berkacamata ini menganggap data yang dikeluarkan TFP tidak akurat. Alasannya karena Indonesia telah berkembang sangat baik, mulai dari pusat sampai ke tingkat daerah-daerah.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6,5 persen dan memiliki lebih dari US$115 miliar pada cadangan devisa. Pemerintah mungkin melupakan kondisi pertumbuhan ekonomi mikro, yang saat ini kondisinya tidak seperti yang diharapkan. Kesenjangan sosial dan distribusi pendapatan perkapita dari berbagai daerah harus menjadi variabel tersendiri yang dihitung sebagai indikasi pertumbuhan ekonomi global.
Ini adalah tantangan terberat bagi pemerintah untuk mengendalikan pemerataan distribusi ekonomi dan sosial di dalam negara kepulauan yang memiliki potensi sumber daya alam berbeda-beda di tiap wilayahnya. Kembali mengacu ke hasil polling, rupanya pendapat sejumlah politisi Senayan terhadap kinerja Pemerintah, rupanya berbeda dengan publik Jakarta.
Polling melalui telepon ini dilakukan oleh MNC Research pada 8 Juli 2012. Polling menjangkau 502 responden yang berusia 17 tahun keatas yang terpilih secara acak sistematis melalui buku telepon residensial terbaru, terbitan April 2012. Responden berdomisili di Jakarta. Jumlah responden di setiap wilayah ditentukan secara proporsional. Tingkat kepercayaan 95 persen, dengan ambang kesalahan +/- 4,8 persen. Hasil polling tidak dimaksudkan untuk merepresentasi pendapat seluruh warga Jakarta. Polling ini merupakan rangkaian dari polling Nasional. Polling akan dilanjutkan ke kota-kota lain di Indonesia.
(trk)
0 comments:
Post a Comment