Ilustrasi
JAKARTA - Lingkaran Survei Indonesia (LSI) angkat suara mengenai banyaknya respon negatif terhadap lembaga survei.
Hal ini terkait dengan hasil hitungan cepat (quick count) Pemilukada DKI Jakarta yang memenangkan pasangan Jokowi-Ahok. Sementara hasil survei sebelum Pemilukada selalu dikatakan pasangan Fauzi-Bowo yang akan memenangkan kursi DKI 1 itu.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Citra Komunikasi Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Toto Izul Fatah, dalam rilisnya, Senin (16/7/2012).
Dalam memprediksi seberapa kuat dan lemah seorang calon untuk terpilih dalam Pilkada atau Pilpres, akan lebih baik dan cerdas mempercayai survei dibanding menggunakan feeling dan intuisi politik.
Feeling dan intuisi, lanjutnya, lebih banyak kemungkinan untuk meleset dibandingkan hasil survei yang telah jelas metodologi dan pertanggungjawaban akademisnya. “Untuk mengetahui seberapa kuat dan seberapa lemah seorang calon untuk bisa terpilih dalam Pilkada, buat kami akan lebih baik percaya kepada survei ketimbang kepada feeling dan instuisi, apalagi dukun. Kenapa? Karena ukurannya pasti tak jelas. Apalagi hanya berdasarkan prediksi dukun,” tegasnya.
Toto mengatakan, ketidaksamaan hasil survei sebelum pemilihan dengan hasil quick count setelah pemilihan pada Pemilukada DKI Jakarta 11 Juli lalu bukan karena kesalahan metodologi.
Menurutnya, seluruh lembaga survei sudah menggunakan metodologinya secara benar. Karena itu, tak ada yang salah dengan hasil sejumlah survei yang menunjukkan keunggulan Fauzi Bowo (Foke).
“Apa yang kami potret itu opini publik yang muncul pada rata-rata H-14 sampai H-7 ketika survei dilakukan. Biasanya tak ada perubahan signifikan setelah survei dilakukan (H-7) dengan hari H pelaksanaan Pilkada,” jelasnya.
Toto mengakui, untuk kasus Pemilukada DKI Jakarta memang agak khusus. Hal itu karena ramainya kampanye negatif kepada Foke yang dilakukan secara kreatif dengan dukungan kelas menengah melalui sosial media khususnya melalui twiter, Facebook, dan pesan BBM.
Sementara di sisi lain, lanjutnya, ada kampanye simpatik atas Jokowi di tujuh hari berturut-turut sampai hari H Pilkada. Selain itu, juga terjadi mobilisasi dukungan yang menimbulkan migrasi suara. Kondisi ini tak lagi terpantau oleh survei yang tak lagi melakukan survei setelah H-7.
Toto menambahkan bahwa di hari H Pilkada banyak lembaga survei yang melakukan quick count. Dia yakin hasilnya bisa dipastikan akan sama dengan hasil KPUD nanti. Hal itu menandakan metodologi lembaga survei masih bisa diandalkan karena menggunakan metodologi sampel yang nyaris sama.
Kendati demikian, Toto mengakui tidak semua lembaga survei punya kualitas yang sama. Untuk mengetahui lembaga survei tersebut kredible atau tidak cukup melihat track record-nya.
Lembaga yang punya track record panjang tentang akurasinya bisa dipercaya karena mustahil lembaga itu mau “bunuh diri” mempublikasikan data yang salah. Dilembaganya, lanjut Toto, memegang semua record untuk survei dan quick count akurat. Hasilnya dapat dilihat di google. Bahkan, lembaganya memberanikan diri membuat prediksi yang diiklankan di koran sebelum hari H terhadap sejumlah calon baik gubernur maupun bupati dan walikota, dan itu 90 persen terbukti.
“Yang terbaru, pada 9 Juli lalu, kami juga mengiklankan hasil survei pada H-20 Pilkada Kota Tasik di koran lokal Kabar Priangan. Hasilnya akurat bahwa pasangan Budi-Dede menang sesuai hasil survei. Nah, ini tentu merupakan record panjang kami dalam membuat akurasi hasil survei. Jadi, kalau dari 200 kali survei tak tepat prediksinya dua sampai tiga kali, masih wajar lah. Anomali dalam ilmu sosial bisa saja terjadi,” ungkapnya.
(sus)
0 comments:
Post a Comment