Ilustrasi
PADANG - Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pers, Padang, Roni Saputra mengecam keras penganiayaan jurnalis oleh anggota Marinir TNI AL dari Lantamal II Teluk Bayur, Sumatera Barat. Dia mengatakan, penganiayaan itu pelecehan terhadap pers.
“Ini adalah bentuk penistaan terhadap kebebasan pers yang diagung-agungkan Indonesia sendiri. Karena seluruh Asia hanya Indonesia yang memiliki Undang-Undang Pers. Itu penghargaan besar kita terhadap pers tapi oknum aparat TNI AL khususnya marinir, menganggap kita diperlakukan sama, seperti orang penjahat,” ujarnya kepada Okezone, Rabu (30/5/2012).
Roni mendesak pimpinan TNI AL menindak tegas anggotanya yang diduga merusak alat liputan, penganiayaan, juga perampasan barang-barang milik wartawan . “Kita juga mendesak alat-alat yang dirampas dan dirusaki itu diganti karena itu adalah alat vital kerja wartawan,” ungkapnya.
“Kita meminta POMAL dalam menyelidiki kasus tersebut menggunakan Pasal 18 Undang-Undang Pers,” imbuhnya.
Sementara Dantalam II Teluk Bayur, Sumatra Barat, Brigjen TNI (Marinir) Gatot Subroto dalam dialog dengan wartawan mengatakan, dia akan terbuka dalam kasus ini. “Silakan kawan-kawan wartawan meliputan dan mengawal kasus ini, kita akan terbuka,” ujarnya.
Tindakan arogan anggota marinir menyebabkan juru kamera Global TV, Budi Sunandar menderita luka di bagian telingan kanan dan harus menerima 7 jahitan. Kamera Budi dirampas dan sampai kini belum dikembalikan. Sementara kamera milik juru kamera stasiun TV lokal, Favirit TV, Jamaldi, dihancurkan hingga berkeping-keping.
Kontributor Metro TV, Afriyandi mengalami luka memar di bagian muka. Sejumlah wartawan lain yang juga jadi korban di antaranya juru kamera SCTV, Trans 7 dan fotografer Padang Ekspres (grup JPNN).
Penganiayaan terjadi setelah penertiban terhadap sejumlah kedai yang diduga sebagai tempat praktik asusila, yang dilakukan Satpol PP Kota Padang dan masyarakat
(abe)
0 comments:
Post a Comment