Monday, May 28, 2012

"Kasus Lumpur Lapindo Jangan Dipolitisasi"

Foto: (dok okezone)
Foto: (dok okezone)

JAKARTA – Anggota Komisi VII Bidang Pertambangan dan Energi DPR RI, Satya W Yudha meminta agar masyarakat tidak mempolitisir kasus Lumpur Lapindo, Sidoarjo, Jawa Timur.  
Menurut dia, semua pihak harus melihatnya secara proporsional dalam melihat kasus tersebut. Pemahaman yang utuh akan latar belakang, persoalan tehnis, penyebab semburan, dan komitmen dari keluarga Bakrie untuk ikut menyelesaikan dampak semburan, niscaya memberikan kesadaran dan pemahaman yang utuh.
 
“Karena itu, hentikan politisasi kasus lumpur panas ini. Sebab hanya akan menambah resah masyarakat yang terkena dampak dan membuat kasus ini terus menerus menjadi obyek pihak yang tidak bertanggungjawab,” ungkap Satya W Yudha dihubunginya, Senin (28/5/2012) malam.
 
Politikus Golkar itu menilai, keluarga Bakrie telah menunjukkan komitmen moral yang sangat tinggi. Komitmen moral tersebut diperlihatkan dengan melaksanakan perjanjian jual beli tanah dan bangunan milik keluarga yang terkena dampak semburan lumpur. Bahkan keluarga Bakrie membayar 10 kali lipat dari harga Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah.
 
"Sejak tahun 2006 hingga saat ini, lebih 9 ribu kepala keluarga telah diselesaikan akte jual beli, sisanya akan diselesaikan dalam tahun ini.Jadi dalam kasus lumpur panas di Sidoardjo, tidak ada istilah ganti rugi. Yang ada adalah ganti untung,” kata dia.
 
Lanjut dia, perdebatan pokok soal sebab semburan hingga kini belum tuntas, apakah kesalahan pengeboran atau bencana alam. Sejumlah pakar telah memberikan hasil penelitian, salah satunya Ir.M Sofian Hadi, angota Ikatan Ahli Geeologi Indonesia, yang juga Deputi Operasi Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), badan yang dibentuk pemerintah pusat sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Agung (MA).
 
Menurut Satya, kegiatan pemboran atau drilling bukanlah penyebab semburan lumpur Kegiatan pemboran yang berkekuatan 1500 hp tidak akan mungkin mengaktifkan patahan.
 
Dia juga menegaskan bahwa hasil temuan Tim Pengawas Penanggulangan Lumpur Sidoarjo atau TP2LS yang dibentuk 4 September 2007 dan dipimpin Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, dalam laporan rapat Paripurna Dewan 29 September 2009 menyimpulkan bahwa penyebab semburan lumpur adalah fenomena alam. “Gejala alam ini juga menurut TP2LS juga terjadi di sejumlah daerah dan beberapa negara,” jelasnya.
 
Keputusan DPR RI soal sebab semburan lumpur ini juga dikuatkan dengan keputusan MA pada 3 April 2009 inkracht (berkekuatan hukum tetap) bahwa semburan lumpur terjadi karena fenomena alam dan bukan akibat kegiatan penambangan perusahaan. Begitu juga pada 5 Agustus 2009 Kepolisian Daerah Jawa Timur juga telah menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
 
“Dari sisi hukum, kita semua tahu bahwa tidak ada masalah dengan PT Lapindo Brantas, apalagi dengan Keluarga Bakrie. Nah, pemahaman inilah yang perlu ditegaskan di tengah upaya politisisasi yang terus dilakukan pihak tertentu,” jelasnya.
 
Satya meyakini bahwa komitemen dan ketulusan dari Kelurga Bakrie untuk menyelesaikan sisa dari perjanjian jual beli tanah dan bangunan pasti akan dilaksanakan. “Jika masih ada yang terus melakukan politisasi, maka membuat masalah lumpur panas jadi tidak proporsional,” tandasnya.

(Munir)

"Kasus Lumpur Lapindo Jangan Dipolitisasi" Gallery

"Kasus Lumpur Lapindo Jangan Dipolitisasi" "Kasus Lumpur Lapindo Jangan Dipolitisasi" "Kasus Lumpur Lapindo Jangan Dipolitisasi" "Kasus Lumpur Lapindo Jangan Dipolitisasi" "Kasus Lumpur Lapindo Jangan Dipolitisasi" "Kasus Lumpur Lapindo Jangan Dipolitisasi" "Kasus Lumpur Lapindo Jangan Dipolitisasi"

0 comments:

Post a Comment